Selasa, 09 September 2008

Sampah




A. Mengenal Sampah

Dalam batasan ilmu pengetahuan sampah yang dalam bahasa Inggris-nya “waste” pada dasarnya mencakup banyak pengertian. Sampah alias waste tadi adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.

Kalau diurai lebih jauh, sampah atau waste bisa digolongkan ke dalam 4 (empat)kelompok, antara lain meliputi :

1. Human excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (faeces) dan air kencing (urine).

2. Sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga. Contohnya adalah air bekas cucian pakaian yang masih mengandung larutan deterjen.

3. Refuse, merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga. Nah, refuse inilah yang dalam pengertian sehari-hari kerap kali kita sebut sampah. Contohnya adalah panci bekas, botol bekas, kertas bekas, pembungkus bumbu dapur, sendok kayu yang sudah tidak dipakai lagi dan dibuang, sisa sayuran, nasi basi, daun-daun tanaman, dan masih banyak lagi. Pokonya, barang-barang buangan yang kerap kali kita lihat menggunung ditempat sampah dikampung-kampung itulah refuse, alias sampah dalam pengertian sehari-hari.

4. Industri waste, merupakan bahan-bahan buangan dari sisa-sisa proses industri.

Seperti sudah di singgung diatas, sampah merupakan bahan padat sisa proses industri atau sebagai hasil sampingan kegiatan rumah tangga.

Sampah bisa dikelompokan ke dalam :

1. Sampah Lapuk (Gabage)

Sampah golongan ini merupakan sisa-sisa pengolahan atau sisa-sisa makanan dari rumah tangga atau merupakan hasil sampingan kegiatan pasar bahan makanan, seperti pasar sayur mayur. Contoh sampah lapuk adalah potongan-potongan sayuran yang merupakan sisa-sisa sortasi sayur mayur di pasar , makanan sisa, kulit pisang, daun pembungkus, dan sebagainya.

2. Sampah tak lapuk dan sampah tak mudah lapuk (Rubbish)

Seperti yang tercermin dari anak judul di atas, sampah golongan ini memang dikelompokan menjadi 2(dua) jenis;

Golongan pertama, sampah tak lapuk. Sampah jenis ini benar-benar tak akan bisa lapuk secara alami, sekalipun telah memakan waktu bertahun-tahun.

Golongan kedua, sampah tak mudah lapuk. Sekalipun sangat sulit lapuk, sampah jenis ini alan bisa lapuk perlahan-lahan secara alami. Sampah jenis ini masih dipisahkan lagi atas sasmpah tak mudah lapuk yang bisa terbakar, seperti kertas dan kayu, dan sampah tak mudah lapuk yang tidak bisa terbakar, seperti kaleng dan kawat.


B. Karakteristik Sampah

Karakteristik serta komposisi sampah sagat dipengaruhi oleh sumbernya. Bentuk, jenis dan komposisi sampah sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingakat kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan kondisi alamnya.

Berdasarkan sumbernya, sampah digolongkan kepada dua kelompok besar yaitu:

1. Sampah domestik, yaitu sampah yang sehari-harinya dihasilkan akibat kegiatan mausia secara langsung misalnya: dari rumah tangga, pasar, sekkolah, pesat keramaian, permukiman, rumah sakit. Dari sumber sampah domestik, sampah ini dibagi menjadi :

a. sampah dari pemukiman, umumnya sampah rumah tangga berupa sisapengolahan makanan, bekas perlengkapan rumah tangga, kertas, kardus, gelas, kain, sampah kebun/halaman, dan lain-lain.

b. Sampah dari perdagangan, yaitu sampah yang berasal dari daerah perdagangan, seperti : toko, pasar tradisioanal,warung, pasar swalayan, seperti kardus, pembungkus kertas dan bahan organic termasuk sampah makanan dan restoran.

c. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis (balpoint, pensil, spidol, dll), toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak dan lain-lain.



2. Sampah non domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan oleh kegiatan manusia secara tidak langsung, seperti dari pabrik industri, pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan sebagainya. Sampah non doestik ini dapat dibagi menjadi :

a. Sampah dari industri. Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan kimia serpihan / potongan), perlakuan dan pengemasan produk (kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan). Sampah industri beruoa bahan kimia yang seringkali beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang.

b. Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung. Sampah yang erasal dari kegiatan pemugaran gedung ini bisa berupa bahan organik, misalnya : kayu, bumbu triplek. Sampah organik, misalnya : semen, pasir, spesi, batubata, ubin, besi, baja, kaca, kaleng.



Berdasarkan betuknya, sampah digolongkan kepada tiga kelompok besar, yaitu : pertama, sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan, kotoran ataupun benda-benda lainyang bentuknya padat. Kedua, sampah cair, yaitu sampah-sampah yang berasal dari buangan pabrik industri, pertanian, perikanan, peternakan ataupun manusia yang berbentuk cair, misalnya air buangan, air seni, dan sebagainya. Ketiga, sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor, cerobonh pabrik, dan sebagainya yang kesemuanya berbentuk gas atau asap.

Berdasarkan jenisnya, dikenal ada dua kelompok sampah yaitu:

1. Sampah organik, yaitu jenis sampah yang sebagaian besar tersusun oleh senyawa organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga ataupun sampah pasar tradisional sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung sayuran, kulit buah dan daun.

2. Sampah anorganik, yaitu jenis sampah yang tersusun oleh senyawa anorganik. Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui sperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat dialam seperti plastik dan alumunium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik dan kaleng.



Dari jenis sampah tersebut dikelompokkan lagi ke dalam tiga kelompok yaitu:

1. Sampah yang bersifat degradabel, yaitu sifat sampah yang secara alami dapat/mudah di uraikan oleh jasad hidup (khususnya mikroorganisme). Pada umunya jenis sampah organik termasuk ke dalam kelompok ini.

2. Sampah yang bersifat non degradabel, yaitu sifat sampah yang secara alami sukar atau sangat sukar untuk di uraikan oleh jasad hidup. Pada umunya jenis sampah anorganik termasuk ke dalam kelompok ini.

3. Sampah khusus. Sampah yang dimaksud disini adalah sampah yang memerlukan penanganan khusus untuk manghindari bahaya yang akan ditimbulkannya. Sampah khusus ini antara lain:

a. Sampah dari rumah sakit. Sampah rumah sakit merupakan sampah biomedis, seperti sampah dari pembedahan, peralatan(misalnya pisau bedahyang dibuang) botol infus dan sebagainya, serta obat-obatan (pil, obat bius, vitamin). Semua sampah ini mungkin terkontaminasi oleh bakteri, virus, dan sebagian beracun sehingga sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk lainnya. Cara pencegahan dan penanganan sampah rumah sakit antara lain:

· Sampah rumah sakit perlu dipisahkan

· Sampah rumah sakit harus dibakar di dalam sebuah incenerator milik rumah sakit

· Sampah rumah sakit ditampung di sebuah kontainer dan selanjutnya dibakar ditempat pembakaran sampah.

· Sampah biomedis disterilisasi terlebih dahulu sebelum dibuang ke landfill.

b. Baterai kering dan akumulator bekas. Baterai umumnya berasal dari sampah rumah tangga dan biasanya mengandung logam berat seperti raksa dan kadmium(logam berat sangat berbahaya bagi kesehatan). Akumulator dengan asam sulfat atau senyawa timbal yang berpotensi menimbulkan bahay bagi manusia. Baterai harus diperlukan sebagai sampah khusus. Saat ini di Indonesia, baterai kering hanya dapat disimpan di tempat kering sampai tersedia fasilitas pengolahan.

Dari segi sifat penguraian oleh jasad hidup, sebenarnya hampir semua sampah dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Misalnya kaca, besi, batu ataupun benda-benda organik lainnya dapat diuraikan oleh jasad hidup. Hanya waktu yang dibutuhkan untuk penguraiannya ini lama atau sangat lama.



Jika dilihat dari sumber sampahnya volume sampah untuk setiap daerah berbeda-beda. Sebagai contoh, untuk wilayah DKI Jakarta sampah terbanyak berasal dari rumah tangga sebesar 50,50 persen. Pasar sebesar 16,90 persen, sampah komersil 17,69 persen dan sampah industri sebesar 14,92 persen.

Dari volume sampah yang ada baik di DKI Jakarta ataupun di kota-kota besar lainnya, komposisi sampah organik jauh lebih banyak bahkan rata-rata hampir mencapai 80 persen. Sehingga dengan demikian pendaur ulangan sampah organik menjadi pupuk organik merupakan suatu potensi sangat besar yang dapat diciptakan mengingat besarnya jumlah sampah organik yang ada di Indonesia ini.



C. Jumlah atau Volume Sampah

Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) di kawasan Pasar Inpres – Radio Dalam, Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan merupakan hasil relokasi dari Tempat Penampungan Sementara yang ada di beberapa titik Rukun Warga (RW), di satu Kelurahan Gandarian Utara tepatnya 10 Tahun yang lalu. Menurut sumber innformasi yang penulis dapet dari lokasi penelitian, relokasi tersebut berdasarkan hasil kesepakatan dari Rukun warga di dalam satu kelurahan. Sampai akhirnya TPS – Pasar Inpres Radio Dalam terbentuk dengan Luas ± 106 M3. Tempat pembuangan sampah sementara tersebut sanggup menampung ± 20 ton / hari yang dihimpun dari 14 RW dengan Jjumlah Rukun Tangga (RT) 147 di Kelurahan Gandaria Utara. Adapun jumlah petugas yang mobilisasi ke setiap RW dan RT adalah sebanyak 48 orang. Sampah yang sudah terkumpul kemudian akan di buang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di kawan Bantar Gebang dengan menggunakan Truk yang disediakan oleh Pemda sebanyak 20 Truk / hari.



D. Mekanisme Pengelolaan Sampah

Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni : pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir/pengolahan. Tahapan kegiatan tersebut merupakan suatu sistem, sehingga masing-masing tahapan dapat disebut sebagai sub sistem.

Sampah sebagai sesuatu yang sudah dibuang dan tidak digunakan lagi harus dikelola sedemikian rupa dengan ditumbulkan karenanya bagi kehidupan tidak terjadi. Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sampah, yaitu :



1) Penyimpanan (refuse storage)

Penyimpanan sampah maksudnya ialah tempat sampah sementara, sebelum sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut dan dimusnahkan. Untuk itu disediakan suatu tempat sampah. Dalapm penyimpanan sampah yang bersifat sementara ini, sebagiknya disediakan tempat sampah yang bebeea untuk macan atau jenis sampah tertentu.

Maksud penyimpanan sampah dengan pemisahan ini untuk memudahkan pemusnahannya kelak. Macam tempat sampah yang dipakai untuk penyimpanan tempat sampah banyak ragamnya. Di negara yang telah maju digunakan kantong sampah plastik, kertas plastik atau kertas tebal. Sedangkan di Indonesia yang laizm adalah kerangjang plastik, kerangjang rotan, dan lain sebagainya.



1) Pengumpulan Sampah (refuse collector)

Sampah yang disimpan sementara seperti di rumah, akntor, atau resotran selanjutnya perlu di kumpulkan untuk kemudian di angkut dan dibuang atau dimusnahkan. Karena jumlah sampah yang dikumpulkan cukup besar, maka perlu “rumah sampah”. Lazimnya penanganan smapah ini dilaksanakan oleh pemerintah atau masyarakat secara gotong royong.

Jika jumpah sampah yang dihasilkan tidak begitu banyak, misalhnya pada suatu kompleks perumahan atau asrama dapat dibuat semacam kontainet (bak sampah ukuran besar) yang ditempatkan dilokasi yang mudah dicapai penduduk serta mudah pula dicapai oleh kendaraan penganggut sampah. Umumnya suatu kontainer dibangun dalam ukuran cukup besar untuk menampung jumlah sampah yang dihasilkan selama tida hari.

Sama halnya dengan penyimpana sampah, maka dalam pengumpulan sampah ini sebaiknya dilakukan juga pemisahan. Unutk itu dikelan dengan dua macam yaitu ;

a. Sistem duet; artinya disediakan dua tempat sampah, yaitu; satu untuk sampah basa dan satunya lagi untuk sampah kering.

b. Sistem trio; yakni disediakan tiga bak sampah, pertama, untuk sampah basah. Kedua, untuk sampah kering yang mudah dibakar. Ketiga, untuk sampah kering yang tidak mudah dibakar.

Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong maupun tempat pembuangan sementara (TPS/Dipo). Untuk melakukan pengumpulan (tanpa pemilahan), umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu. Setelah pengumpulan selesai, maka proses berukutnya adalah pengangkutan. Adapun tahap pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA).



2) Pembuangan Akhir/Pengolahan

Sampah yang telah dikumpulkan, selanjutnya akandi buakg atau dimusnahkan. Pembuangan sampah biasanya dilakukan di daerah tertentu sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia. Syarat yang harus dipenuhi dalam membangun tempat pembuangan sampah adalah ;

a. Tempat tersebut tidak dibangun dekat sumber air minum atau sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia,

b. Tidak pada tempah yang sering terkena banjir,

c. Di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.

Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 km dari perumahan penduduk, 15 km dari laut, dan 200 meter dari sumber air 5.

Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses. Sidik et al (1985)mengemukakan bahwa ada dua proses pembuangan akhir, yakni : open dumping (penimbunan secara terbuka) dan sanitary lanfill (pembuangan secara sehat). Pada sistem open dumping, sampah ditimbun di areal tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup; sedangkan pada cara sanitary landfill, sampah ditimbun secara berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai penutup.



Sampah yang elah ditimbun pada tempat pembuangan akhir (TPA) dapat mengalami proses lanjutan. Tehnologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang umum digunakan adalah :

1. Teknologi pembakaran (Incinerator). Dengan cara ini dihasilkan produk samping berupa logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Keuntungan lainnya dari penggunaan alat ini adalah sebagai berukut:

a. Dapat mengurangi volume sampah ± 75% - 80% dari sumber sampah tanpa proses pemilahan,

b. Abu atau terak dari sisa pembakaran cukup kering dan bebas dari pembusukan dan bisa langsung dapat dibawa ke tempat penimbunan pada lahan kosong, rawa ataupun daerah rendah sebagai bahan pengurug, dan

c. Pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas ±300 ton/hari dapat dilengkapi dengan pembangkit listrik. Sehingga energi listrik (± 96.000 MWH/Tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 1985).

2. Teknologi komposting, yang menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai pupuk maupun penguat struktur tanah.

3. Teknologi daur ulang yang dapat menghasilkan sampah potensial, seperti: kertas, plastik logam dan kaca/gelas.

Secara sederhana pelaksanaan pengelolaan sampah yang umum diterapkan di perkotaan, sebagai berikut :

1) Permasalahan Pengelolaan Sampah Sistem Lama;

Beberapa permasalahan yang mungkin timbul dalam sistem penanganan sampah sistem lama, yakni :

a. Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi lanjutan berupa komposting maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu.

2)Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya :

b.Perlu lahan yang besar bagi tempat pembuangan akhir (TPA) sehingga hanya cocok bagi kota yang masih mempunyai banyak lahan yang tidak terpakai. Apalagi bila kota menjadi semakin bertambah jumlah penduduknya, maka sampah akan menjadi semakin bertambah baik jumlah dan jenisnya. Hal ini akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA. Apabila instalasi Incinerator yang ada tidak dapat mengimbangi jumlah sampah yang masuk jumlah timbunannya semakin lama semakin meningkat. Lalu dikhawatirkan akan timbul berbagai masalah sosial dan lingkungan, diantaranya :

·Dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain;

·Dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter; dan

.Dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.

b.Biaya operasional sangat tinggi bagi pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan lebih lanjut. Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah otonomi.

c.Pembuangan sistem open dumping dapat menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap lingkungan. Pada penimbunan dengan sistem anarobik landfill akan timbul leachate di dalam lapisan timbunan dan akan merembes ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Leachate ini sangat merusak dan dapat menimbulkan bau tidak enak, selain itu dapat menjadi tempat pembiakan bibit penyakit seperti : lalat, tikus dan lainnya6.

d.Pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat mencegah timbulnya bau, penyakit dan lainnya, tetapi masih memungkinkan muncul masalah lain yakni :

·Timbulnya gas yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan adalah : methan, H2S, NH3 dan lainnya. Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.

·Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan sampah. Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana.

3.Penggunaan Incinerator dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di antaranya :

·Dihasilkan abu (±15%) dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Selain itu gas yang dihasilkan dari pembakaran dengan menggunakan alat ini dapat mengandung gas pencemar berupa : NOx., SOx dan lain-lain yang dapat mengganggu kesehatan manusia;

·Dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan Incinerator dari abu maupun terak. Kualitas air kotor dari instalasi ini menyebabkan COD meningkat dan pH menurun;

·Memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan Incinerator. Untuk menangani sampah  800 ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24 milyar/tahun;

·Butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini. Sebagai contoh pada penanganan sampah di Surabaya, tehnologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memahami filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan. Hal ini tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi perbaikannya. Belum lagi sampah yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini.

·Penggunaan Incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran;

4.Belum maksimalnya usaha pemasaran bagi kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah kota;

5.Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi;

6.Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang terlibat dalam penanganan sampah. Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan kerja yang rendah dari para pengelola sampah.


2)Pengelolaan Sampah Perkotaan Perlu Diubah



Pada dasarnya pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sudah tidak relevan lagi dengan lahan kota yang semakin sempit dan pertambahan penduduk yang pesat, sebab bila hal ini terus dipertahankan akan membuat kota dikepung “lautan sampah” sebagai akibat kerakusan pola ini terhadap lahan dan volume sampah yang terus bertambah. Pembuangan yang dilakukan dengan pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka juga berakibat meningkatnya intensitas pencemaran. Selain itu yang paling dirugikan dan selama ini tidak dirasakan oleh masyarakat adalah telah dikeluarkannya miliaran rupiah untuk membuat dan mengelola TPA.

Penanganan model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh adalah meliputi penghapusan model TPA pada jangka panjang karena dalam banyak hal pengelolaan TPA (tempat pembuangan sampah) masih sangat buruk mulai dari penanganan air sampah (leachet) sampai penanganan bau yang sangat buruk.

Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said, 1987).

Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Cohen dan Uphof (1977) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan terbagi atas 4 tahap, yaitu : a) partisipasi pada tahap perencanaan, b) partisipasi pada tahap pelaksanaan, c) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dan d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring. Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain: kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Pemerintah Jepang saja membutuhkan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Reduce (mengurangi), Reuse (penggunan kembali) dan Recycling (daur ulang) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah. Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat. Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini.



E.Hal-hal Yang Mengakibatkan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

1.Dampah terhadap kesehatan manusia

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi bebepara organisme dan menarik perhatian bagi berbagai binatan seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut :

.Penyakit diare, infeksi saluran pernafasan (ispa), kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat dapat bercampur dengan air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

·Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

·Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contoh adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelum masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melaui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

·Sampah beracun; Telah dilaporkan bahwa di Jepang kiraikira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai atau akumulator.

F.Dampak terhadap lingkungan

Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai oraganisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubanya ekositem perairan biologis.

Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organic dan gas cair organic, seperti metana. Selain berbau tidak sedap, gas ini dalam kosentrasi tinggi dapat meledak.

Kerusakan yang paling cepat adalah pencemaran udara, dimana ketika sampah mulai membusuk, maka bau yang tidak sedap tersenut akan tercium hingga radius ratusan meter dari tempat pembuangan sampah tersebut.

G.Dampak terhadap keadaan social dan ekonomi.

·Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat sekitar, bau yang tidak sedap dan pemandangan yang sangat buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

·Membrikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

·Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

·Pembuangan sampah padat kebadan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

·Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang dipengaruhi untuk pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderug membuang sampahnya dijalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu sering di bersihkan dan diperbaiki.



F. Permasalahan Yang Dihadapi Dan Pemecahannya

Volume sampah di kota-kota besar, misalnya di Jakarta yang mencapai 24000 hingga 27000 m3/hari menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Jakarta sudah pada tahap menghawatirkan bila tidak dikelola secara baik, dimana potensi konflik dapat meledak sewaktu-waktu. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan ulang secara menyeluruh tentang konsepsi pengelolaan sampah di perkotaan. Persoalan yang mendesak dan sulit untuk diatasi pada masyarakat di kota besar adalah rantai distribusi yang terlalu panjang dan pola TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang sentralistis, dimana jika satu unit mengatasi masalah, maka seluruh sistem akan terganggu. Puluhan miliar dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi hanya untuk menangani sampah.

Konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan tujuan untuk mengembangkan suatu sistem pengelolaan sampah yang modern, dapat diandalkan dan efisien dengan tehnologi yang ramah lingkungan. Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif. Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini adalah “meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam paradigma baru pengelolaan sampah”. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari bencana menjadi berkah”. Hal ini penting karena pada hakikatnya pada timbunan sampah itu kadang-kadang masih mengandung komponen-komponen yang sangat bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi tinggi namun karena tercampur secara acak maka nilai ekonominya hilang dan bahkan sebaliknya malah menimbulkan bencana yang dapat membahayakan lingkungan hidup.

Sistem manajemen persampahan yang dikembangkan harus merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Setiap rumah tangga memisahkan sampah mereka ke dalam tiga tempat (tong) sampah. Masing-masing diisi oleh sampah organik, anorganik yang dapat didaur ulang (seperti : gelas, plastik, besi, kertas dan sebagainya). Sampah plastik dikumpulkan kemudian dikirim ke industri yang mengolah sampah plastik. Demikian halnya sampah kertas dikumpulkan kemudian dikirim ke industri pengolah kertas. Sedangkan sampah organik disatukan untuk kemudian dikomposkan untuk digunakan sebagai pupuk pertanian. Industri pengolah bahan sampah menjadi bahan baku dibuat pada skala kawasan, bisa terdiri dari 1 kecamatan atau beberapa kecamatan. Hal ini untuk memangkas jalur transportasi agar menjadi lebih efisien. Dari bahan baku kemudian dibawa ke industri pengolah yang lebih besar lagi yang dapat menerima bahan baku dari masing-masing kawasan. Di tempat ini bahan baku yang diterima dari masing-masing kawasan diolah menjadi barang yang bernilai ekonomis tinggi.

Para pemulung dapat ditingkatkan harkat dan martabatnya menjadi mitra tetap pada industri kecil pengolah bahan sampah menjadi bahan baku. Dana untuk membayar imbalan dari para pegawai/petugas yang terlibat dalam kebersihan kota dapat diperoleh dari : iuran warga (retribusi tetap dilakukan) ditambah dari hasil keuntungan dari pemrosesan bahan sampah

Dalam rencana pengelolaan sampah perlu adanya metode pengolahan sampah yang lebih baik, peningkatan peran serta dari lembaga-lembaga yang terkait dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, meningkatkan pemberdayaan masyarakat, peningkatan aspek ekonomi yang mencakup upaya meningkatkan retribusi sampah dan mengurangi beban pendanaan pemerintah serta peningkatan aspek legal dalam pengelolaan sampah.

Teknologi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan sampah ini merupakan kombinasi tepat guna yang meliputi teknologi pengomposan, teknologi penanganan plastik, teknologi pembuatan kertas daur ulang. “Teknologi Pengolahan Sampah Terpadu menuju Zero Waste” harus merupakan teknologi yang ramah lingkungan.

Untuk mencapai hal tersebut di atas harus dilakukan beberapa usaha, diantaranya :

1.Perlu perubahan paradigma dari tujuan membuang menjadi memanfaatkan kembali untuk mendapatkan keuntungan;

2.Perlu perbaikan dalam sistem manajemen pengelolaan sampah secara keseluruhan; Untuk mencapai keberhasilan, maka perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan lainnya.

3.Pemanfaatan bahan kompos untuk taman kota dalam bentuk kampanye penghijauan dengan contoh-contoh hasil nyata sebagai upaya promosi pada masyarakat luas;

4.Upaya pemasaran bahan kompos bagi taman hiburan yang memerlukannya. Misalnya kebun binatang, kebun raya, taman buah dan sebagainya.

5.Sampah anorganik sebagai bahan baku industri. Budaya daur ulang sampah di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, namun masih harus terus dikembangkan, baik dari segi infrastruktur, teknologi maupun dari segi sistem organisasinya. Hal ini penting untuk dapat meningkatkan harkat dan martabat dari para pemulung.

6.Perlu dibuat aturan hukum yang bersifat mengikat yang berlaku bagi masyarakat agar dapat mengikuti aturan-aturan bagi terlaksananya pengelolaan sampah terpadu. Hal ini untuk membiasakan mentalitas masyarakat sebagai pemroduksi sampah.



Ada empat tahapan kegiatan yang senantiasa harus dilakukan secara simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua stakeholder yang terkait dalam pengelolaan sampah ini, yakni :

1.Studi Penelitian Terpadu

Kegiatan ini diawali dengan melibatkan lembaga peneliti, pemerhati dan praktisi guna mencari data sedetail mungkin mengenai sampah, sehingga akan keluar suatu hubungan korelasi antara input dengan output yang pada akhirnya akan memudah kan perecanaan sistem penanganan dan investasi yang mengacu pada data/kondisi yang ada.

2.Diseminasi

Dalam hal ini perlu penyelenggaraan kampanye secara rutin melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan pemanfaatan sampah, informasi melalui media TV, radio, majalah dan lain - lain mengenai dampak dari sampah yang tidak terolah, dan penyelenggaraan forum-forum informasi daerah dengan melibatkan masyarakat dan lembaga non pemerintah (ornop/LSM/KSM) sebagai organisasi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat (partisipatoris).

3.Law Enforcement

Perlunya dibangun suatu penegakan hukum secara mandiri dengan sanksi yang berjenjang mulai dari peringatan dan pemungutan kembali sampah yang dibuang, kompensasi pembayaran denda, penayangan di media cetak, hingga penegakan hukum lingkungan bagi pelanggar lingkungan.

4. Kebijakan Politik

Pemerintah Daerah diharapkan dapat melakukan kebijakan politik khususnya mengenai pengelolaan sampah dan hendaknya didukung penuh oleh Pemerintah Pusat dengan melibatkan seluruh stakeholder dalam teknis perencanaan, penyelenggaraan dan pengembangannya. Hal ini diperlukan karena sampah pada dasarnya bukan sekedar permasalahan Pemda atau Dinas Kebersihan setempat, namun lebih dari itu merupakan masalah bagi setiap individu, keluarga, organisasi dan akan menjadi masalah negara bila sistem perencanaan dan pelaksanaannya tidak dilakukan dengan terpadu dan berkelanjutan. Aparat terkait sebaiknya tidak ikut terlibat secara teknis, hal ini untuk menghindari meningkatnya anggaran biaya penyelenggaraan, selain itu keterlibatan aparat terkait dikhawatirkan akan membentuk budaya masyarakat yang bersifat tidak peduli. Pemerintah dan aparat terkait sebaiknya memposisikan kewenangannya sebagai fasilitator dan konduktor dan setiap permasalahan persampahan sebaiknya dimunculkan oleh masyarakat atau organisasi sosial selaku produsen sampah. Hal ini diharapkan terciptanya sikap masyarakat selaku individu, keluarga dan organisasi.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem pengelolaan sampah terpadu ini, diantaranya :

1. Biaya pengangkutan dapat ditekan karena dapat memangkas mata rantai pengangkutan sampah;

2. Tidak memerlukan lahan besar untuk TPA;

3. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis;

4. Dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan;

5. Bersifar lebih ekonomis dan ekologis;

6. Dapat menambah lapangan pekerjaan dengan berdirinya badan usaha yang mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat;

7. Dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mengelola kebersihan kota.