Rabu, 21 Januari 2009

Kasus TPA Bantar Gebang


MALAPETAKA SAMPAH

oleh:
Bagong Suyoto

Kecepatan teknologi dalam menyediakan kebutuhan umat manusia telah mengubah karakter dan laju timbulan sampah. Presentase komponen sampah non organik semakin meningkat dan bervariasi. Komponen yang sifatnya non alami ini tidak mudah terurai dan sulit kembali ke siklus alam sehingga sangat berpengaruh terhadap jumlah keseluruhan timbulan sampah di Tempat Pembuangan Akhir. Akibatnyakebutuhan akan TPA semakin hari semakin meningkat.
Teknologi telah mampu mendaur ulang sampah dan mengembalikan sebagian besar komponennya ke siklus alam. Teknologi telah mampu mengolah sampah menjadi bahan baku sekunder (secondary materlias) untuk menggantikan bahan mentah yang jumlahnya sangat terbatas di bumi. Tetapi hingga kini belum ada satu teknologipun mampu mengolah sampah tanpa meninggalkan sisa. Sejauh ini teknologi telah berhasil mengurangi volume sampah dan dengan demikian juga kebutuhan lahan untuk menimbunnya. Kebutuhan lahan untuk TPA akan selalu ada walaupun semakin sulit pengadaannya karena lahan semakin terbatas.
Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, terutama di kota-kota besar tidak hanya berpengaruh langsung terhadap jenis dan jumlah timbulan sampah tetapi juga semakin mempersulit pemerintah untuk menyediakan lahan TPA. Hal ini sangat terasa sekali, ketika suatu kota seperti Jakarta tidak dapat menyediakan lagi lahan TPA yang letaknya jauh dari pemukiman penduduk. Dalam situasi demikian maka dapat terjadi konflik jika masing-masing saling bersikeras dalam pendiriannya. Pemerintah berpikir, tetapi rakyat yang merasakan. Jika pemerintah berdalih teknologi, tentu tidak selalu benar. Karena semua teknologi- baik incenerator, recycling, sanitary landfill maupun pemilahan- adalah bagus jika diterapkan sesuai dengan kondisi. Untuk itu pertimbangan sosial dan ekonomi menjadi penting. Tidak kalah pentingnya adalah jalur transportasi dan tempat pengolahan sampah yang tidak boleh terlalu dekat pemukiman agar penduduk merasa aman atas kesehatannya. Prinsip penanganan sampah adalah zero waste (meminimalisasi timbulan sampah dengan menghindari segala aktifitas yang berpotensi untuk menghasilkan sampah), recycling (menggunakan kembali komponen-komponen yang masih dapat digunakan dan mendaur ulang komponen-komponen yang tidak secara langsung dapat digunakan) serta sanitary (menjauhkan sampah dari masyarakat sehungga tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan). Pengelolaan sampah adalah public service dan tidak akan berhasil tanpa kesepakatan masyarakat, pemerintah dan pengelola. Sampah membutuhkan penanganan dihulu dan hilir. Buku ini membahas kemelut sekitar masalah persampahan yang sangat erat hubungannya dengan teknologi, peraturan dan dampak kesehatan masyarakat. Penulis telah secara tekun meneliti, mengamati dengan turun langsung ke lapangan, mengumpulkan data-data, terutama yang berkaitan dengan seluk beluk persampahan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Semoga buku yang informatif ini dapat di gunakan sebagai bahan analisis oleh masyarakat dan pemerintah dalam menangani sampah. Sekaligus sebagai input perbaikan kebijakan pengelolaan sampah kini dan mendatang.
Jakarta, Desember 2004
Dr.rer.nat.H.Widyatmoko

3 komentar:

Unknown mengatakan...

makasih ya!!!!

Unknown mengatakan...

ini sangat berharga!!!!,lain kali tambah lagi ya.

Unknown mengatakan...

ntar,jangan bikin terlalu susah lagi!,KARENA YANG BACA AKAN BINGUNG.na,itu jadi tak ada orang kasihmu komentar karena mereka rasa bosan