Rabu, 20 Januari 2010

Daur Ulang Kondom Bekas

Kondom pada awalnya dimaksudkan sebagai salah satu
alat kontrasepsi untuk tujuan menghalangi terjadinya pertemuan antara sperma
dengan sel telur pada saat coitus sehingga tidak terjadi pembuahan.

Penggunaan kondom sudah lama dikenal oleh manusia.
Konon di Mesir, berdasarkan lukisan kuno, kondom ini sudah ada sejak 3.000
tahun silam.

Juga menurut cerita, sarung penis ini sudah dikenal di Jepang
sejak tahun 1.500-an. Begitu pun menurut di legenda Ynani sudah di kenal
istilah kandung kemih kambing digunakan sebagai alat untuk tujuan protektif
pada saat melakukan senggama.

Saat sekarang, kondom telah mengalami pergeseran juga
perluasan dari maksud dan fungsi serta tujuan penggunaannya. Kondom oleh
beberapa kalangan ahli medis telah dipromosikan sebagai salah satu alat ampuh, agar
tetap nyaman dan aman dalam melakukan praktek perilaku seks bebas.

Kondom, saat ini tak lagi diproduksi untuk pemakai
pria, tapi juga ada yang diproduksi untuk pemakai wanita. Produksi pun telah dilakukan secara massal,
dan pengguna kondom juga telah meningkat dengan pesat.

Berkaitan dengan cerita soal kondom ini, ada satu
cerita menarik yang berhubungan dengan Republik Rakyat China.

Raksasa baru ekonomi dunia ini, dalam kaitan dengan kondom ini, telah dengan cerdik menggabungkan
antara kreativitas inovasi produk dengan kelebihan jumlah populasinya sebagai
salah satu modal tak tersaingi, untuk mendukung keunggulan komparatif bagi produk
industrinya.

Konon menurut kabar, industri barang pernak-pernik di
RRC ini telah memanfaatkan kondom bekas pakai sebagai bahan bakunya. Kondom
bekas pakai ini, diolah kembali selanjtnya diproduksi menjadi berbagai barang
pernak pernik yang salah satu misalnya adalah pengikat rambut wanita.

Kondom bekas pakai ini dibersihkan, selanjutnya ada
yang di potong-potong secara melintang untuk menghasilkan karet gelang yang
kemudian dipasarkan sebagai karet kunciran pengikat rambut wanita.

Selainnya itu, sebagian dimanfaatkan sebagai karet
pelentur yang digabungkan dengan sisa-sisa kain perca, untuk menghasilkan produk
pengikat rambut wanita berbahan kain dengan beraneka bentuk yang menarik.

Hasilnya menjadikan harga jual produk pengikat rambut
wanita hasil produksi mereka menjadi sangat murah, yang terkadang menjadi
seperti tidak masuk akal. Dimana jika dihitung-hitung, harga jualnya itu tak
sebanding dengan harga bahan bakunya secara harga normal.

Terlepas dari benar atau tidaknya cerita diatas.
Sesungguhnya ada sisi yang dapat diambil sebagai pelajaran berharga bagi
Indonesia. Paling tidak ada beberapa hal yang patut direnungkan, diantaranya
adalah :

Pertama, inovasi dan kreativitas dalam memanfaatkan
barang-barang yang dianggap sebagai limbah untuk bahan baku industrinya.

Lantaran barang limbah, maka boleh dibilang harganya
sudah tidak ada lagi. Boleh dibilang, secara sederhananya, hanya ongkos
memulungnya saja yang dihitung sebagai harga bahan baku tersebut.

Kedua, pemanfaatan keunggulan yang dimilikinya, dalam
hal ini adalah jumlah populasi penduduknya.

Mungkin tingkat pemakaian kondom per kapita di RRC
lebih rendah dibandingkan negara-negara di Eropa atau Amerika, namun karena jumlah
penduduknya yang luar biasa banyak, maka secara total nasional tentu
menghasilkan jumlah yang banyak.

Anggaplah, di RRC hanya satu dari sepuluh penduduknya
yang memakai kondom, sedangkan salah satu negara di Eropa tingkat pemakaian
kondomnya mencapai enam dari sepuluh penduduknya. Tetap saja RRC lebih banyak
jumlah akhirnya, karena jika sepuluh prosen dikalikan satu milyar penduduk berarti
sama dengan seratus juta. Sedangkan enam puluh prosen dikalikan lima puluh juta
penduduk hanya menghasilkan tiga puluh juta saja.

Ketiga, kejelian dan kemauan dalam memanfaatan sumber bahan
baku dan sumber daya nasionalnya secara semaksimal mungkin untuk mendukung
kepentingan industri dalam negerinya.

Sumber bahan baku yang melimpah tadi dipakai
seluruhnya oleh industri dalam negeri RRC. Sampai saat ini, belum ada kabar
bahwa pemerintah RRC mempunyai kebijakan yang mendorong peningkatan keran ekspor
kondom bekas pakai dalam wujud aslinya.

Justru yang terjadi, pasar Indonesia dan pasar
negara-negara lainnya yang dibanjiri oleh produk pengikat rambut produksi RRC
dengan harga jual yang nyaris tak masuk akal.

Terlepas dari benar atau tidaknya cerita diatas, timbul
rasa was-was dan khawatir jika hal berkebalikannya malahan yang terjadi di
Indonesia.

Walau tak serupa namun bisa jadi ada kaitan logikanya. Salah satu contohnya, jika rotan mentah
dari Indonesia di ekspor keluar. Lalu hasilnya pasar dunia di bidang mebel dan
furniture dibanjiri oleh produk dari negara lain yang diolah dari rotan
mentahnya Indonesia.

Kain perca dari sisa industri konveksi maupun industri
tekstil di ekspor ke RRC. Selanjutnya, pasar domestik Indonesia dibanjiri
dengan produk sapu tangan, kaos tangan, kaos kaki, pengikat rambut wanita dari
bahan kain, yang bisa jadi bahan bakunya adalah kain perca dari Indonesia.

Minyak mentah dan batu bara di ekspor untuk
menghasilkan devisa yang besar bagi cadangan devisa negara. Di sisi lain, harga
energi yang dihasilkan oleh minyak mentah dan batu bara untuk industri dalam
negeri Indonesia menjadi sama harganya dengan industri di negara yang tak
mempunyai sumber bahan baku minyakmentah dan batu bara.

Akhirulkalam, semoga celotehan yang dicoretkan
tersebut diatas itu, yang timbul dari rasa was-was dan kekhawatiran dari orang
awam yang bukan pakar ekonomi bergelar doktor atau phd ini, adalah tidak benar
dan memang tidak terjadi serta tidak akan pernah terjadi di Indonesia.

Wallahualambishshaw ab.

*
Kondom Bekas

1 komentar:

Unknown mengatakan...

berguna juga untuk proyekku